Kecewa, sedih, dan sakit.
Itu yang saya rasakan saat itu.
Pertanyaan "kenapa harus saya" sempat menghampiri. Saat 'proses' itu, saya pun mendapat jawabannya.
Jumat sepulang sekolah tiba-tiba ada flek di c*lan* d*l*m. Saat itu usia kandungan 10-11 minggu. Ada flek saat hamil, jadi waswas tersendiri. Tapi baca di internet, bahwa flek adalah hal wajar saat kehamilan pertama, saat itu saya bisa bernafas kembali, karena flek hanya sedikit bisa jadi hanya kecapean, pikirku saat itu. Esoknya, Sabtu, tidak ada kejanggalan/tidak ada flek atau merasakan sesuatu. Siangnya, dengan sengaja mengecek ditemukan lagi flek. Melalui referensi yg telah dibaca, sedikit bisa bernafas. Karena flek hanya flek biasa, tidak terlalu mengkhawatirkan. Dan sore, flek itu kembali. Suasana mulai resah, menghubungi suami yang saat itu ada acara seminar di kampusnya. Dia panik dan ketakutan, sehingga dia memutuskan langsung pulang untuk memeriksakan ke bidan. Pukul 19.00 suami baru sampai, kita langsung berangkat. Kecewanya, sang bidan tidak ada dan jadwal hanya sampai pukul 18.00. Setelah ke bidan, usaha mencari dokter sekitar Cisaat pun dilakukan. Tapi tak membuahkan hasil. Saat itu gejala tidak hanya flek, tapi perut sedikit kram (seperti datang haid).
Minggu, berharap keanehan itu tak ada lagi. Dengan rasa degdegan, pagi itu pukul 05.00 saat buang air kecil saya periksa, dan flek agak banyak. Panik, tidak tahu apa yg harus dilakukan. Paginya, bilang ke suami kalau flek masih ada. Suami hanya menyuruh bedrest saat itu. Karena bidan/obgyn tidak ada yg buka, dan suami pun berangkat kerja. Saat itu saya mulai mengurangi aktivitas, hanya tidur di kasur (bedrest). Siang, sakit perut itu semakin menjadi. Dengan panik langsung menghubungi suami yang saat itu sedang di kantor, untuk beranjak pulang. Setelah suami di rumah, langsung pergi ke RS terdekat. Lihat jadwal praktik dokter, agak lega karena ada dokter praktik d hari Minggu. Di meja pendaftaran, semakin lemas, menginformasikan bahwa dokter hari itu kebetulan sedang tidak praktik. Ke IGD pun saya rasa percuma, karena tidak ada obgyn.
Esoknya, Senin, sakit semakin menjadi. Pagi-pagi langsung berangkat mengurus rujukan ke RS, ke poli kandungan. Antre cukup lama, akhirnya bertemu dr Hendri Ginting, Sp.Og. USG pun dilakukan, sambil dokter bertanya tanggal berapa terakhir ibu haid. Saat melihat layar hasil USG, dokter agak kebingungan karena usia janin dan hasil USG tidak sesuai. Jika melihat ke usia kehamilan, seharusnya janin sudah berbentuk, yang terlihat hanya gumpalan hitam kantung janin. Hal itu sama dengan yang saya lihat di hasil USG sebulan sebelum itu. Dokter mengatakan, kemungkinan janin tidak berkembang dan dijadwalkan cek kembali tanggal 5 November untuk memastikan. Bagai disambar petir di siang bolong. Banyak pertanyaan pada diri sendiri, "kenapa seperti ini, dan kenapa harus saya"
Pola makanan, setelah dinyatakan mengandung asupan cukup dijaga dibantu dengan susu dan vitamin ibu hamil setiap hari. Saat itu dokter memberi tiga jenis obat, penguat kandungan, asam folat, dan obat rasa nyeri untuk kontraksi. Selasa, perut semakin nyeri. Berat, keram, berjalan pun harus menahan nyeri. Meringik ke suami ingin kembali ke RS. Saya datang membawa rujukan yang disarankan dokter, di sana tertulis tanggal 5 November, di atasnya tidak tahu tertulis apa 😬.
Datang ke IGD, dan memperlihatkan rujukan itu, dokter IGD pun bertanya, "Pendarahannya banyak tidak bu, perut sakit karena itu karena kontraksi. Di sini tertulis BO jadi mungkin dokter sudah jadwalkan untuk kuret"
Dengan lancarnya dokter IGD mengatakan itu. Saya dan suami terdiam. Di lobi rumah sakit kita diskusi, dan berujung debat. Di sana saya membuka kembali kertas rujukan, di situ ada tulisan BO.
Di awal kehamilan sering membaca artikel tentang kehamilan, dan berdiskusi mengenai kehamilan dengan teman "sesama hamil". Ada tiga gugurnya janin, yakni hamil anggur, ektopik, dan blighted ovum (BO). Seminggu yang lalu, teman saya bercerita bahwa dia didiagnosa ektopik (masih diagnosa awal, mudah-mudahan salah). Prihatin, sangat sedih, karena dia adalah salah satu teman terbaik saya. Dan hari itu, setelah mengingat kembali 3 jenis keguguran itu, saya tidak percaya bahwa saya mengalami salah satu dari tiga jenis itu. Didiagnosa salah satu dari keguguran janin tadi. Hancur sehancur hancurnya, sakit.
Selasa, karena di awal saya hanya memeriksakan ke bidan, maka saya ke bidan, yang seharusnya pukul 16.00 baru buka, pukul 15.00 saya dan suami sudah di klinik. Sambil selonjoran, menghibur suasana hati yang tak tergambarkan. Berusaha bergembira, dan tertawa, meski menahan sakit. Suami selalu menguatkan, meyakinkan kemungkinkan terburuk itu tidak akan terjadi "sehat ya de, mamanya juga sehat ya" itu yang selalu dia ucapkan sambil mengelus perut, yang semakin maju setelah hamil. Antrean nomor satu, masuk. Setelah menceritaka apa yang saya rasakan, dari raut sang bidan mengatakan bahwa ini tidak beres dan merujuk saya ke Sp.Og. Semakin hancur, karena sang bidan yang selalu menyemangati untuk makan sehat, hari itu malah memotivasi saya untuk tetap semangat. Dari perkataan sang bidan, saya menyimpulkan, ini gagal janin dan harus diangkat.
Sepulang dari bidan, saya menangis di pelukan suami. Suami sedih, namun dia berusaha menyemangati saya.
Besoknya, atas rekomendasi teman, saya menuju RS lain. Berharap ada jawaban yang berbeda, yang bisa memberikan harapan, meski hanya sedikit. Seperti biasa, mendapat antrean awal, karena datang sebelum jam praktik dibuka. Di USG, dokter pun memberikan jawaban sama. Janinnya tidak berkembang, hanya ada kantung janin. Sang dokter memberikan jawaban dengan detil, tanpa bertanya dokter menjelaskannya dengan rinci. Dokter langsung merujuk saya untuk rawat inap, dan menjalani kuret.
Menangis? Tidak, saya sudah dalam keadaan siap untuk mempersiapkan hamil berikutnya. Yang tidak siap adalah, memberitahukan kepada keluarga bahwa saya harus melakukan kuret saat itu. Karena saya tidak sanggup, saya serahkan kepada suami. Setelah itu, saya tidak kembali ke rumah, karena rumah sakit yang saat itu saya datangi ruang inap penuh, saya dirujuk ke rumah sakit di mana dokter itu juga praktik.
Pertanyaan mengapa harus saya, langsung dijawab olehNya. Saya sadar, hanya manusia biasa. Yang memberi kehidupan, kenikmatan, kebahagiaan, adalah Dia. Dia berhak mengambil kapanpun, tanpa memberi aba-aba, siap atau tidaknya saya menerima itu. Perlahan Dia memperlihatkan masalah yang saya hadapi tidak ada apa-apanya. Banyak yang lebih parah, bahkan di usia kandungan delapan bulan bisa saja Allah ambil. Harapan untuk melihat bayi tentu lebih besar, berbeda dengan saya. Maka, tidak ada alasan lain, selain harus kuat.
Pasrah, tawakkal. Insya Allah saya ikhlas.
Jumat, 02 November 2018
BO(ku)
Rabu, 22 Juni 2016
Selasa, 18 Agustus 2015
Welcome to the Jungle
Sabtu, 11 Juli 2015
Perempuan
Senin, 15 Juni 2015
Indonesia Open 2015
Setiap kali tiba depan Istora yang dihiasi dengan ornamen-ornamen bulu tangkis dan dikerumunin orang untuk sekadar berfoto itu rasanya, i couldnt describe it. Kalimat pertama yang diucapkan dalam hati, finally im back and standing here. Indonesia Open adalah salah satu ajang bergengsi pertandingan bulu tangkis kelas premier super series. Dari beberapa ajang super series bahkan premier lainnya, tak ada satu pun yang bisa mengalahkan euforia dan antusias pendukung Indonesia. Meski hanya menempatkan satu wakil saja di final, namun Indonesia tak kehabisan pendukung. Istora yang setiap tahun digunakan sebagai tempat ajang tersebut pun tak luput dari gemuruh teriakkan penonton. Teriakkan itu bisa saja menjadi 'aura negatif' bagi pemain atau malah jadi suntikan semangat. Pemain Indonesia yang bermain tahu betul bagaimana rindunya masyarakat Indonesia menyaksikan wakil negaranya berdiri di podium juara 1. Bisa jadi, teriakkan pendukung se-Istora menjadi beban untuk pemain, sehingga bemain terlalu berhati-hati dan akhirnya malah banyak melakukan kesalahan sendiri (so ngerti haha). Atau sebaliknya, menjadi penyemangat untuk menjadi juara. Paling salut ketika melihat permainan China. Ya, pemain China sangat jarang mendapat dukungan Istora, kecuali pemainnya yang enak dipandang. Istora lebih banyak berpihak kepada lawan China, tapi pemain China malah selalu bermain santai tanpa reaksi yang berlebihan dan (selalu) diakhiri dengan kemenangan. SALUT ! Butet/Owi yang menjadi salah salah satu andalan pun belum bisa menjadi penawar kerinduan bagi masyarakat Indonesia yang terakhir Juara hanya didapat di ganda campuran Ahsan/Hendra 2013 lalu. Dan lebih sedih lagi ketika Ahsan/Hendra yang 2014 lalu menjadi runner up, tahun ini (2015) hanya mampu mencapai semifinal kalah oleh pemain Tiongkok si ganteng Fu Haifeng/Zhang Nan. Greysia Polii/Nitya Krishida Maheswari terpaksa memberikan titel runner up, setelah dikalahkan oleh pemain Tiongkok (lagi) di final. Ini sebenarnya bukan masalah menurunnya kualitas, tapi meratanya kualitas di Asia maupun Eropa. Indonesia harus mampu membentuk mental pemain menjadi mental "juara". Oke Istora, sampai berjumpa Agustus nanti di Kejuaraan Dunia.
Senin, 13 April 2015
$@&$@&$
Selamat Malam. Agak malu rasanya dan sedikit agak bingung ketika buka laman Blog. Saya tahu, Blog kalau bisa ngomong pasti bilang "Ini yang empunya Blog kenapa datang pas lagi ada maunya ya" hei hei heiii... Tenang. Saya di sini datang membawa kedamaian hehe. The first, i want to say... Senang berjumpa denganmu lagi Blog. Biarkan aku lebih lebih sering menyapamu sekarang, karena kamu yang selalu mau dan sudi mendengarkanku, wataaaaaaaau :D
Sabtu, 31 Januari 2015
Untitle
Setiap kejadian atau peristiwa tentu harus ada satu hal yang kita ambil sisi positifnya, minimal untuk kebaikan diri sendiri.
Termasuk 'penyadaran' pada diri kita bahwa pentingnya menjaga diri. Siapa lagi yang mau menjaga diri setulus hati tanpa menyakiti kalau bukan diri ini, bukan?
Penyadaran itu kadang datang darimana saja. Sakeras apapun penyadaran itu, tentu kita harus mengucapkan terima kasih. Karena setidaknya kita telah disadarkan bahwa itu tidak baik atau bahkan tidak tepat.
Penyadaran apapun itu, percayalah melalui dia yang mengingatkan, Tuhan memberimu isyarat bahwa Dia masih mencintaimu. Termasuk penyadaran, bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Termasuk mencintai seseorang.
Terlalu lama menjaga hati agar tak menambah (bekas) luka, terlalu lama menjaga diri agar tak lagi merasakan hidup yang sia-sia.
Semoga diberikan yang terbaik :)
Nb: Dan percayalah, hanya dengan mencintaiNya, kita tak akan merasakan yang namanya patah. Patah semangat, patah harapan ataupun patah hati. Allah bless us :)
Blog Archive
My Profile
- Eka Elprida
- Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia
- Terkadang kita hanya bisa "berbicara" melalui tulisan, karena tidak semua orang mau mendengar apa yang kita bicarakan. Welcome in my blog. Selamat membaca dan silahkan berikan komentar (jika mau). Semoga bermanfaat :) Im just simple girl ~ Badminton lover
Pengikut
Categories
- Badminton (7)
- Eka (1)
- Eka Eka Eka (27)
- Holiday (1)
- Kuliner (4)
- Materi Perkuliahan (3)
- Para Nyai (1)
- Sinopsis (2)