Rabu, 22 Juni 2016

Beberapa hari lalu saat menuju kantor berpapasan sama yang jual bakso. Berhubung bulan puasa, sore-sore yang jual bakso baru keluar. Fokus bawa kendaraan sedikit terganggu karena si bapak mengalihkannya. Ya, dengan usia yang sudah renta, dan jalan yang kurang normal membuat saya terenyuh. Dan langsung ingin berhenti. Meski tak tahu kalau berhenti mau apa. Hingga saya memutuskan lanjut karena lalu lintas sore di bulan Ramadan sangat padat. Sepanjang jalan ke kantor berdoa semoga si bapak rezekinya lancar.  Dalam hati pun bernazar, jika bertemu kembali saya mau beli, setidaknya saya bisa mengucap doa sambil menatap wajah si bapak. 
Ketika pulang, harapan untuk kembali melihat si bapak tak terwujud.
Keesokan harinya, saat berangkat kerja di waktu yang sama dan di tempat yang sama saya mencari bapak itu, tapi tak ada. Berpikir, mungkin saya belum diberi kesempatan untuk menjadi penyalur rezeki si bapak lewat bakso yang ia jual. 
Di hari itu, sepulang kerja (malam) tanpa disengaja melihat si bapak yang saya cari. Namun, karena sudah sangat larut dengan keadaan yang saat itu sedang hujan deras tak memungkinkan saya untuk berhenti dan membeli baksonya. Penyesalan kembali terjadi. Sampai rumah agak nyesel juga.
Beberapa hari kemudian, berangkat dan pulang kerja saya selalu tengok kanan kiri. Kali aja ketemu s bapak. Tapi si bapak tak kunjung kutemukan.
Hingga suatu malam, sepulang kerja, dari kejauhan sudah terlihat gerobaknya yang ukurannya tidak terlalu besar dengan jalan si bapak yang kurang normal. Alhamdulillah, akhirnya bertemu. Saat itu penunjuk waktu menunjukkan pukul 23.00 wib.
Saya setop si bapak, dan ia berhenti dengan sedikit kesusahan. Setelah berhasil memarkir gerobaknya, si bapak langsung menyalakan lilin yang di simpan d dekat 'buleng' bakso.
"Keudap nya neng urang hurungkeun heula ameh caang," ucapnya dengan ramah.
Tanpa basa-basi saya menanyakan dagangannya yang tinggal sedikit. "Neng mi na seep kantun bakso. Seeur keneh bakso na mah," katanya sambil membuka panci baksonya. Benar saja, bakso, tahu, pangsitnya masih ada. Tanpa berlama-lama saya pun memesan dua bungkus, dengan menu seadanya.
Sambil si bapak memberi menyiapkan pesanan saya, tak henti-hentinya saya kepoin si bapak. Mulai dari alamat rumah, anaknya masih ada yang sekolah atau tidak, hingga menyarankan si bapak agar memakai jaket.
"Pak ngangge jaket atuh hawatos weungi mah," saranku kepada si bapak.
Si bapak pun menjawab dengan ramah.



Gak tau ya, saya sangat sensitif berbicara sosok ayah. Tak henti-hentinya saya berdoa untuk kesehatan ayahanda, demi kelancaran rezekinya. Lelaki terhebat, tersabar. Semoga Allah selalu melindunginya.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.