Senin, 15 Juni 2015

Indonesia Open 2015

Setiap kali tiba depan Istora yang dihiasi dengan ornamen-ornamen bulu tangkis dan dikerumunin orang untuk sekadar berfoto itu rasanya, i couldnt describe it. Kalimat pertama yang diucapkan dalam hati, finally im back and standing here. Indonesia Open adalah salah satu ajang bergengsi pertandingan bulu tangkis kelas premier super series. Dari beberapa ajang super series bahkan premier lainnya, tak ada satu pun yang bisa mengalahkan euforia dan antusias pendukung Indonesia. Meski hanya menempatkan satu wakil saja di final, namun Indonesia tak kehabisan pendukung. Istora yang setiap tahun digunakan sebagai tempat ajang tersebut pun tak luput dari gemuruh teriakkan penonton. Teriakkan itu bisa saja menjadi 'aura negatif' bagi pemain atau malah jadi suntikan semangat. Pemain Indonesia yang bermain tahu betul bagaimana rindunya masyarakat Indonesia menyaksikan wakil negaranya berdiri di podium juara 1. Bisa jadi, teriakkan pendukung se-Istora menjadi beban untuk pemain, sehingga bemain terlalu berhati-hati dan akhirnya malah banyak melakukan kesalahan sendiri (so ngerti haha). Atau sebaliknya, menjadi penyemangat untuk menjadi juara. Paling salut ketika melihat permainan China. Ya, pemain China sangat jarang mendapat dukungan Istora, kecuali pemainnya yang enak dipandang. Istora lebih banyak berpihak kepada lawan China, tapi pemain China malah selalu bermain santai tanpa reaksi yang berlebihan dan (selalu) diakhiri dengan kemenangan. SALUT ! Butet/Owi yang menjadi salah salah satu andalan pun belum bisa menjadi penawar kerinduan bagi masyarakat Indonesia yang terakhir Juara  hanya didapat di ganda campuran Ahsan/Hendra 2013 lalu. Dan lebih sedih lagi ketika Ahsan/Hendra yang 2014 lalu menjadi runner up, tahun ini (2015) hanya  mampu mencapai semifinal kalah oleh pemain Tiongkok si ganteng Fu Haifeng/Zhang Nan. Greysia Polii/Nitya Krishida Maheswari terpaksa memberikan titel runner up, setelah dikalahkan oleh pemain Tiongkok (lagi) di final. Ini sebenarnya bukan masalah menurunnya kualitas, tapi meratanya kualitas di Asia maupun Eropa. Indonesia harus mampu membentuk mental pemain menjadi mental "juara". Oke Istora, sampai berjumpa Agustus nanti di Kejuaraan Dunia.



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.