Implikasi Analisis Kajian Stilistika dalam Puisi Goenawan
Mohammad
Kwartin
Tentang Sebuah Poci
Pada
keramik tanpa nama itu
Kulihat
kembali wajahmu
Mataku
belum tolol, ternyata
untuk
sesuatu yang tak ada
Apa
yang berharga pada tanah liat ini
Selain
separuh ilusi
Sesuatu
yang kelak retak
dan
kita membikinnya abadi
a. Analisis Sistem Tanda yang Digunakan
Pengarang
Pada puisi
Goenawan Mohammad di atas bila diperhatikan terdapat paparan gagasan dalam
komunikasi keseharian, namun jika ditinjau lebih lanjut dalam setiap kata,
larik, bait dan tanda yang digunakan tentulah memiliki beban maksud penutur. Misalnya pada larik “sesuatu yang
kelak retak” dapat menuasakan gagasan kehidupan manusia itu tidak
abadi. Serta penggunaan lambang retak biasanya mengacu pada benda
yang mudah pecah namun di sini pengarang ingin memberikan efek emotif sehingga
retak tak lagi mengacu pada makna realitas namun secara asosiatif dihubungkan
dengan kematian atau kefanaan tubuh manusia.
b. Analisis Gaya Pemilihan Kata
Gaya pemilihan kata pada dasarnya digunakan pengarang untuk
memberikan efek tertentu serta untuk penyampaian gagasan secara tidak langsung
sehingga memiliki kekhasan tersendiri. Pada puisi Goenawan Mohammad pun
terdapat manipulasi penggunaan kata misalnya pada larik “Apa yang berharga
pada tanah liat ini” Penggunaan kata tanah liat pada paparan tersebut dapat
diartikan dengan apa yang berharga dari tubuh manusia ini apabila pengarang
menuliskan gagasan dengan “Apa yang berharga pada tanah liat ini, tanah liat
hanyalah tanah yang halus. Tentu asosiasinya menjadi lain.
c. Analisis Penggunaan Bahasa Kias
Bahasa kias
merupakan penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan
perbandingan ataupun analogi ciri semantis yang umum dengan umum,yang umum
dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan ataupun analogi
tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan
potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam menggambarkan citraan maupun
gagasan baru (Aminuddin : 1995 : 227).
Kiasan yang
dimaksud memiliki tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan
lebih subyektif dalam bahasa puisi. Pada puisi Goenawan Mohammad kiasan yang
banyak digunakan adalah metafora yakni kiasan langsung, artinya benda yang
dikiaskan langsung itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik :
Lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam dan sebagainya (Herman J. Waluyo :
1987 : 84). Dalam “Kwatrin Tentang Sebuah Poci” Goenawan Mohammad, wajah
manusia dikiaskan sebagai sebuah keramik tanpa nama.
d. Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian dan data
konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu
kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan,
pendengaran atau cita rasa.
Baris-baris
puisi Goenawan yaitu “Pada keramik tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu”
menunjukkan adanya pengimajian secara visual (melukiskan sesuatu melalui
imaji penglihatan).
e. Analisis penggunaan bunyi
Pada kutipan
puisi Goenawan Mohammad terdapat kesamaan rima yakni pada kata “ini”
yang terdapat dalam baris ke-5 dan “ilusi” pada baris ke-6 serta
terdapat juga kesamaan rima yakni pada baris ke-7 pada kata “kelak retak.”
f. Analisis Makna puisi
Pada puisi
Goenawan Mohammad gagasan yang ingin disampaikan dalam puisi “Kwartin Tentang
Sebuah Poci” adalah kehidupan yang tak abadi namun dipaparkan semisal dalam
larik pada keramik tanpa nama itu / kulihat kembali wajahmu dapat
diasosiasikan, keramik pada larik tersebut maknanya adalah benda yang terbuat
dari tanah liat dan sifatnya mudah pecah hal ini disamakan dengan manusia yang
merupakan benda dan tubuhnya bisa rusak kemudian larik mataku belum tolol,
ternyata / untuk sesuatu yang tak ada dapat diasosiasikan dengan melihat
sesuatu yang akan musnah untuk larik Apa yang berharga pada tanah liat ini /
selain separuh ilusi dapat diasosiasikan sebagai apa yang berharga pada
tubuh manusia selain bayang-bayang dan larik terakhir yaitu sesuatu yang
kelak retak / dan kita membikinnya abadi dapat diasosiasikan dengan tubuh
manusia ini seakan hanya bayang-bayang yang suatu saat akan rusak / tidak abadi
dan melalui tubuh manusia yang tak abadi ini manusia membuat sesuatu yang
abadi.
0 komentar:
Posting Komentar